Senin, 19 Agustus 2019

PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH BERBASIS MASJID / MUSHOLLA




Oleh : Nasichun Amin*

Problematika dan tantangan dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga semakin lama semakin keras. Tidak semua keluarga mampu mempunyai ketahanan dalam menghadapi badai tersebut dan akhirnya berakhir dengan keretakan keluarga sehingga terjadi perceraian. Berdasarkan data yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (3/4/2019), sebanyak sebanyak 419.268 pasangan bercerai sepanjang 2018 meningkat dari tahun 2017 yang berjumlah 364.163 pasangan. Dari jumlah itu, inisiatif perceraian paling banyak dari pihak perempuan yaitu 307.778 perempuan (75 %). Sedangkan dari pihak laki-laki sebanyak 111.490 orang. Selain itu, Pengadilan Agama di seluruh indonesia juga memberikan dispensasi nikah sebanyak 13.251 permohonan. Dispensasi nikah diberikan bagi anak yang ingin menikah/umurnya di bawah yang dipersyaratkan UU Perkawinan (16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki).
Menurut Khofifah Gubernur Jawa Timur ,  perceraian di Jatim (termasuk) tertinggi, pernikahan dini usia juga tertinggi. Khofifah menceritakan, dalam sehari ia harus menandatangani 17 berkas perceraian ASN Pemprov Jawa Timur.  Dari data itu 12 diantaranya guru, 4 dari rumah sakit, untungnya yang dari pemprov hanya 1 imbuh beliau. Begitu juga dengan nikah dini usia yang Jatim jug menduduki posisi teratas di Indonesia. Menurut Khofifah hal ini juga harus menjadi perhatian juga oleh perguruan tinggi kegamaan Islam. (sumber madura.tribunnews.com/2019/04/10).
Angka perceraian di Kabupaten Gresik juga cukup tinggi. Menurut Radar Surabaya online 24 Juli 2019, hanya dalam waktu enam bulan, hampir seribu perempuan menjanda. Dari data Pengadilan Agama (PA) Gresik sejak Januari hingga Juni 2019 atau satu semester sudah ada 927 janda baru (data ini tidak termasuk PA Bawean). Data perceraian di Kota Pudak menunjukkan tren kenaikan. Dalam Jawa Pos online pada tanggal yangsama disebutkan jika dirata-rata, setiap bulan ada 154 janda/duda baru atau ada 5 janda/duda baru. Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos dari Pengadilan Agama (PA) Gresik, persoalan ekonomi menjadi penyebab tertinggi bubarnya ikatan pernikahan. Pada semester pertama tahun ini, perceraian yang dipicu masalah ekonomi berjumlah 459 kasus.
Emi Rumhatuti, panitera muda hukum Pengadilan Agama Kabupaten Gresik, membenarkan adanya kenaikan kasus perceraian pada semester pertama tahun ini dibandingkan 2018. Begitu juga dengan penyebabnya. Yang jelas, usia pasutri yang mengajukan kasus perceraian di Pengadilan Agama Gresik rata-rata 22–38 tahun. Artinya, mayoritas adalah generasi milenial atau yang lahir pada 1980–2000 (JawaPos Online).
Sepertinya kita harus mengubah persepsi tahun-tahun pernikahan sebagai masa paling dalam berkeluarga. Nyatanya, ada tren --jangan diikuti-- kalau angka perceraian di Indonesia itu tertinggi pada usia perkawinan di bawah lima tahun. Merujuk data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu memang semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai tahun itu. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Kebanyakan kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian. Tak heran, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin pun mengaku prihatin dengan data-data ini. Buat dia, terjadi pergeseran luar biasa terkait substansi dan kesakralan perkawinan yang dianut semua agama. Menteri Lukman menduga, sebagian generasi saat ini menganggap perceraian itu, bukan semata karena ketidakcocokan antara suami istri, tetapi karena sesuatu yang bisa direncanakan.(sumber www.era.id 18/11/2018)
Yang lebih mencengangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan seks penetrasi.Dari hasil tersebut, 58 persennya melakukan penetrasi di usia 18 sampai 20 tahun. Selain itu, para peserta survei ini adalah mereka yang belum menikah (sumber www.liputan6.com/health/read/4016841)
Dengan kondisi saat ini, Kementerian Agama dan tentunya kantor urusan agama (KUA) kecamatan menjadi ujung tombak dalam menjaga keharmonisan keluarga. Sebab masyarakat sangat butuh nasihat perkawinan yang dijalaninya dan salah satu pelayanan KUA adalah bimbingan keluarga sakinah serta mensukseskan program pembinaan gerakan keluarga sakinah.
Program Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah adalah sebagai Gerakan Nasional yang merupakan bagian dari upaya meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan agama dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia. Dengan pembinaan gerakan keluarga sakinah , diharapkan perilaku setiap individu dan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Dengan memantapkan aspek keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia, masyarakat tidak terseret kepada pola piker materialism dan hedonism. Mereka lebih menghargai kebenaran, kebaikan, keadilan, kebersamaan dan keharmonisan sehingga benar-benar mewujudkan  ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, seperti masalah kemiskinan, dan juga mampu mengatasi dan mengatisipasi dampak negative kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus budaya asing yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam (Bidang Urais Kanwil Depag Jatim; 2014).
Pembinaan gerakan keluarga sakinah secara formal telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 1999 dan ditindaklanjuti oleh surat Direktur Jenderal Pembangunan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri Nomor : 400/564/III/Bangda tanggal  Maret 1999. Selanjutnya petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusab Haji Nomor D/7/1999 dan Surat Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/PW.00/928 perihal pelaksanaan pembinaan gerakan keluarga sakinah. Pada tahun 2004 terbit Petunjuk Teknis Pembinaan Keluarga Sakinah oleh Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Dutjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji. Di tingkat daerah juga telah disusun pedoman pelaksanaannya sebagaimana di Propinsi Jawa Timur , Bidang Urusan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama telah menyusun Buku Pedoman Penggerak Keluarga Sakinah pada tahun 2004 yang bertajuk Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Desa Binaan Keluarga Sakinah.
Dalam petunjuk pelaksanaan dengan Kep Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/7/1999,  keluarga sakinah diklasifikasikan menjadi 5 kelas. Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I, Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus, tentunya dengan kriteria tertentu di masing-masing kelas. Ternyata di institusi lain milik pemerintah selain kementerian agama ada program yang serupa seperti keluarga sejahtera, keluarga harapan, keluarga mandiri  dan lainnya yang identik dengan program gerakan keluarga sakinah.
Sampai saat ini,  penulis belum membaca dan mengetahui adanya desa binaan keluarga sakinah atau sejenisnya yang sudah berhasil dan dipublikasikan secara umum serta menjadi percontohan yang dapat kita saksikan keberhasilannya dan menjadi barometer pembinaan keluarga sakinah di tempat lain. Hal ini menurut penulis bisa disebabkan karena langkah operasional yang sangat berbelit, wilayah yang luas dalam lingkup satu desa dan disertai koordinasi lintas instansi yang rumit dengan tahapan yang cukup panjang.
Karena itu diharapkan pembinaan keluarga dapat lebih terfokus pada suatu kelompok kecil masyarakat sebagai percontohan dan dengan tim kecil namun mempunyai kualitas sumber daya manusia yang mumpuni misalnya kelompok jama’ah di sekitar satu masjid atau musholla/surau atau tempat ibadah umat Islam sejenis yang terdiri dari 20 sampai 30 keluarga binaan. Dengan kelompok binaan yang berbasis masjid atau musholla terbatas dalam komunitas tertentu walaupun masih terbuka kemungkinan keanekaragaman kondisi keluarga dan statusnya sebagaimana dalam kategori pra sakinah, sakinah I, sakinah II, sakinah III dan sakinah III plus,  tentunya pembinaan bisa lebih terfokus dan terarah dan tentunya hasilnya  lebih maksimal sebagai percontohan atau pilot projekc dan bila berhasil akan dikembangkan kepada kelompok lain.
Alhamdulillah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah menggulirkan Pusat Layanan Keluarga Sakinah atau Pusaka Sakinah. Kasubdit Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, Adib Mahrus, mengatakan Pusaka Sakinah menjadi bagian dari upaya transformasi Kantor Urusan Agama (KUA) ke arah yang lebih baik. Sebagaimana dijelaskan dalam Republika.co.id transformasi itu antara lain ditandai dengan sinergitas tugas penghulu dan penyuluh agama. Ke depan, tidak boleh ada dikotomi antara tugas penghulu dan penyuluh. Keduanya harus bersinergi dalam mengemban mandat UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pusaka Sakinah meliputi empat program, yaitu: Aman (administrasi manajemen KUA), Berkah (Belajar Rahasia Nikah), Kompak (konseling mediasi, pendampingan dan advokasi), serta Lestari (Layanan bersama Ketahanan keluarga Republik Indonesia).
Tahun ini, sebanyak 100 dari 5.945 Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar di Indonesia telah dipilih menjadi piloting project Pusat Layanan Keluarga (Pusaka) Sakinah dari Kementerian Agama (Kemenag). Menurut sumber mubaadalahnews.com, seratus KUA itu tersebar di 15 provinsi dan 83 kabupaten/kota. Lembaga-lembaga tersebut diharapkan bisa menjadi role model agar bisa diduplikasi ke KUA-KUA lainnya. Kasubdit Bina Keluarga Sakinah (KS) Direktorat Bina KUA dan KS Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, M. Adib Machrus menyatakan, pihaknya berani membuat Pusaka Sakinah, karena program percontohan ini sebagai investasi jangka panjang untuk menekan angka perceraian.
Wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan terdiri dari beberapa desa atau kelurahan sangatlah luas cakupannya bila harus berhadapan langsung dengan obyek pelayanan. Semua masyarakat pasti butuh dan minta dilayani dan KUA harus mampu melayani. Namun bila cakupan wilayah sangat luas maka arah pelayanan dan hasil yang dicapai tidak akan tampak dan maksimal. Untuk itu perlu strategi dan pola kerja khusus dalam menjalankan program khususnya dalam pembinaan keluarga sakinah.
Masyarakat dan organisasi keagamaan tentunya tidak bisa diam saja tanpa membantu program KUA yang ada. Ormas Islam dan lembaga keagamaan yang ada di masyarakat terutama masjid dan musholla sangat startegis bisa dilibatkan dalam pembinaan ini. Masjid dan musholla adalah lembaga yang bersentuhan langsung dengan umat dan sangat tepat menjadi basis atau markas kegiatan mulia ini, walaupun tidak semua yang dibina harus aktif menjadi jamaah masjid/musholla. Karena kebanyakkan keluarga yang membutuhkan bantuan pembinaan keluarga sakinah adalah keluarga yang masih enggan mendekat ke tempat ibadah yang ada di sekitarnya.
Salah satunya adalah membentuk kelompok binaan dalam suatu wilayah tertentu dan terbatas sebagai suatu contoh atau pilot projeck walaupun tetap melayani masyarakat lainnya. Dengan membentuk kelompok binaan keluarga sakinah maka program kerja kita bisa kita lakukan terarah dan jelas. Pengelompokan yang paling baik adalah dengan memanfatkan lembaga yang ada dalam masyarakat semisal takmir masjid atau musholla karena pembinaan kita sangat terkait keimanan dan ketaqwaan. Takmir masjid atau musholla yang ada kita libatkan membentuk kelompok dari beberapa keluarga antara 10 sampai 30 keluarga di sekitar tempat ibadah dan masjid atau musholla dijadikan basis atau pusat pembinaan. Bila jumlah keluarga dalam jama’ah sangat banyak tidak semua jama’ah masjid atau musholla dimasukkan dalam kelompok binaan, namun jama’ah lain masih bisa berpartisipasi membantu program ini.
Hal ini secara tidak langsung mengembalikan masjid dan tempat ibadah  tidak sekedar tempat ibadah mahdloh tetapi juga pusat ibadah sosial yang juga penting dalam peningkatan keimanan dan ketaqwaan. Masjid juga berfungsi social, tempat ummat saling jumpa, saling berkenalan satu sama lain, mendekatkan hati, berjabattangan, memperkuatan ikatan persaudaraan, saling bertanya kondisi masing-masing. Apabila ada jama’ah yang sakit, ia akan dijenguk, apabila sibuk, ia dibantu jama’ah lain, apabila lupa , akan diingatkan.
Pada masa kejayaan silam, Rosulullah benar-benar mengoptimalkan potensi kehidupan umat dari kehidupan masjid. Rosulullah SAW dan para sahabat menjadikan masjid sebagai poros segala aktifitas kehidupan. Ketika mereka menghadapi masalah pribadi atau umat, mereka meremuskan jalan keluarnya di masjid, bila haus ilmu mereka datang di masjid. Hampir semua urusan untuk kemaslahatan, masjidlah sebagai terminal, bahkan berlatih perangpun mereka lakukan di masjid. Masjid juga sebagai tempat pencerdasan umat melalui media dakwah, ta’lim, targhib dan kegiatan lainnya.
Dalam setiap pelaksanaan program kegiatan apalagi kegiatan yang berkesinambungan dan terkait sumber daya manusia, diperlukan suatu penelitian survey. Pembinaan kelompok keluarga sakinah juga memerlukan penelitian survey baik secara umum dalam lingkungan sosial maupun secara khusus dalam lingkup keluarga atau bahkan pada setiap individu anggota keluarga bila diperlukan. Dengan penelitian survey diharapkan dapat terformulasikan program kegiatan yang terarah, tepat sasaran , terorganisir dengan baik dan dapat dipetik manfaat sebanyak-banyaknya. Obyek penelitian survey yang nantinya sebagai obyek pembinaan menjadikan masjid atau musholla terdekat sebagai pusat kegiatan dan koordinasi walaupun tidak selalu tempati tergantung kondisi dan situasi serta jenis kegiatannya sesuai program pembinaan. KUA sebagai ujung tombak Kementerian Agama yang berada di posisi paling dekat dengan masyarakat adalah institusi yang paling cocok berperan sebagai peneliti survey dan tentunya akan berdampak positif dalam pelayanan khususnya di bidang pembinaan keluarga sakinah. Sehingga program ini dapat mewujudkan masyarakat yang agamis dan berakhlakul karimah.
Sebelum menjalankan program ini, tentunya telah terbentuk suatu tim terdiri dari Kepala KUA, penghulu, penyuluh agama, dibantu tokoh agama dan masyarakat, serta tidak lupa para dermawan atau melibatkan lembaga yang sudah ada seperti Muspika, BP4, MUI, DMI, BAZ, Ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta lembaga lainnya yang berkopenten, dengan Kepala KUA selaku koordinator tim dan pasti melibatkan pengurus takmir masjid/musholla serta tokoh agama yang ada. Pembagian tugas dalam tim juga harus tertata dengan baik sesuai dengan bidang dan keahliannya, termasuk petugas penelitian survey kepada obyek pembinaan yang dilakukan secara berkala mulai awal kegiatan, dan per semester misalnya.

Ilustrasi Program Pembinaan Kelompok Keluarga Sakinah
Berbasis Masjid/Musholla

NO
AGENDA KEGIATAN
WAKTU YANG DIBUTUHKAN
1
PERUMUSAN PROGRAM PEMBENTUKAN TIM
KOORDINASI TIM
2 minggu
2
PEMBENTUKAN KELOMPOK KOORDINASI KELOMPOK & SOSIALISASI PROGRAM
1 minggu
3
PENELITIAN SURVEY KELUARGA PERTAMA
1 minggu
4
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA HASIL SURVEY & PENJADWALKAN PEMBINAAN
1 minggu
5
PEMBINAAN TAHAP   I
6 bulan
6
PENELITIAN SURVEY KELUARGA KEDUA (lanjutan 1)
1 minggu (Pembinaan tetap berjalan biasa)
7
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA HASIL SURVEY &
PENJADWALKAN PEMBINAAN ULANG
1 minggu (Pembinaan tetap berjalan biasa)
8
PEMBINAAN TAHAP   II  & PENGKADERAN I
6 bulan
9
…… seterusnya



Program pembinaan kelompok keluarga sakinah berbasis masjid atau musholla dengan adanya penelitian survey keluarga secara berjangka dan rencana tindak lanjutnya dalam setiap tahap di dalamnya adalah suatu ikhtiyar yang sangat baik. Kantor urusan Agama sebagai garda terdepan Kementerian Agama diharapkan dapat melaksanakan wujud program gerakan keluarga sakinah yang telah dilauncing menjadi gerakan nasional melui program pembinaan kelompok ini.
Walupun hanya kelompok kecil berbasis masjid atau musholla setiap periode pembinaan bila memungkinkan bisa dilakukan dengan 1 atau 2  kelompok di tempat masjid atau musholla yang sama atau berbeda tempat atau cukup 1 kelompok saja sebagai percontohan awal. Ini adalah langkah awal yang baik tapi pasti, terarah dan jelas tujuannya.
Kegiatan ini lebih dinamis, terarah dan tepat sasarannya bila dapat melibatkan unsur akademisi atau perguruan tinggi khususnya PT agama Islam. Peran unsur akademisi dari perguruan tinggi juga sangat ditunggu untuk lebih mensukseskan program ini bahkan kita semua berharap untuk itu. Salah satu dari program pengabdian masyarakat dari lingkungan akademisi bisa dilakukan dengan mengadakan pemberdayaan masyarakat berbasis masjid. Pemberdayaan di semua bidang yang ada tidak sekedar di bidang ekonomi masyarakat tetapi juga sumber daya dalam urusan moril dan spiritual nya. Harapan penulis ada pembagian wilayah kerja pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi khususnya yang berbasis masjid/musholla.
Bila dianggap cukup pembinaannya dan lebih mandiri dan telah terdapat kader di dalam kelompok tersebut, maka pembinaan bisa bergeser atau berpindah ke tempat lain tetapi tetap mengontrol kelompok binaan yang lama. Kegiatan yang terus berkelanjutan dan meluas dengan terus beristiqomah dalam dakwah akan menyebar ke daerah atau wilayah dusun dan desa lain.
Rintangan, tantangan, dan hambatan pasti ada di depan mata. Adanya kerjasama dengan tokoh masyarakat, instansi dan lembaga lain disertai komitmen perjuangan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, semua rintangan, tantangan dan hambatan akan dilalui bersama dengan mudah tentunya atas petunjuk dan pertolongan Allah SWT. Keluarga-keluarga sakinah sebagai keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajad hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia akan terwujud.
Dengan modal tersebut maka masyarakat yang agamis sebagai kata lain dari masyarakat yang beriman dan bertaqwa, serta berakhlakul karimah sebagai wujud keimanan dan ketakwaannya bisa kita wujudkan bersama. Tugas dan tanggung jawab yang sungguh berat namun indah bila kita bayangkan bisa tercapai.


*) Penulis adalah Penghulu Madya Kankemenag Kab. Gresik, Ketua LTM PCNU Gresik
Disampaikan dalam seminar kemasjidan PCNU LTM Gresik 06 Agustus 2019
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sutarmaji (1997) Memperdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, BP4 Jatim, Surabaya
Bidang Urais Kanwil Depag Jatim,(2004), Buku Pedoman Penggerak Keluarga sakinah, Surabaya
BP4  Prop  Jawa Timur, (2012) Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia, Surabaya
BP4,(2011)  Kursus Pra Nikah Upaya Mengurangi Perceraian, Perkawinan & Keluarga , edisi 465/2011
BP4, (2012) Bercermin dari Keluarga Sakinah, Perkawinan & Keluarga, edisi 477/2012
BP4, (2012) Peran & Tantangan BP4, Perkawinan & Keluarga, edisi 480/2012
Ditjen Bimas Islam , (2004)  , Petunjuk Teknis Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, Jakarta
Ditjen Bimas Islam , (2010)  , Pedoman Bantuan Sosial Keluarga Pra Sakinah, Jakarta
Ditjen Bimas Islam , (2010)  , Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I, Jakarta
Ditjen Bimas Islam , (2010)  , Tuntunan Keluarga Sakinah bagi Usia Nikah, Jakarta
Ditjen Bimas Islam , (2011)  , Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Ninah, Jakarta
Kementerian Agama, (2010) Kompilasi Hukum Islam, Kanwil Kemenag Jatim, Surabaya
Kementerian Agama, (2012) Al-Quran dan Terjemahannya,
Tim DMI, (2009) Panduan Pengelolaan Masjid, PD DMI Gresik,


INSTRUMEN SURVEY KELUARGA SAKINAH ( untuk wawancara saja)
Nama Kepala Keluarga :
Mohon dijawab dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya (YA atau TIDAK). Data ini dijamin kerahasiaannya dan hanya untuk penelitian.
PRA SAKINAH
1.   Apakah perkawinan/pernikahan anda telah memenuhi syarat rukun dalam agama Islam ?
2.   Apakah perkawinan/pernikahan anda telah tercatat di KUA dan mempunyai surat nikah yang sah ?
3.   Apakah anda hafal Rukun Iman dan Rukun Islam dan Bisa membaca Syahadat dengan baik & benar ?
4.   Apakah anda dan keluarga telah melakukan sholat wajib secara rutin ?
5.   Apakah anda dan keluarga setiap tahunnya mengeluarkan zakat fitrah ?
6.   Apakah anda dan keluarga telah menjalankan puasa ramadhan ?
7.   Apakah anda bisa baca tulis Latin ?
8.   Apakah anda & seluruh keluarga dapat makan hampir setiap hari ?
9.   Apakah anda dan keluarga sudah tidak ada yang pernah melakukan perbuatan yang melanggar susila masyarakat dan tidak ada yang pernah melakukan perbuatan kriminal dalam 6 bulan ini ?

SAKINAH  I
10. Apakah anda dan keluarga tidak pernah meninggalkan sebagian sholat lima waktu ?
11.  Apakah anda mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar ?
12. Apakah anda atau keluarga sudah tidak pernah pergi ke dukun/paranormal kalau sakit ?
13. Apakah anda atau keluarga sudah tidak percaya kepada tahayul / sudah tidak melakukan acara sesajian ?
14. Apakah anda dan keluarga ada yang rutin mendatangi pengajian/majelis taklim paling tidak satu kali dalam sebulan ?
15. Apakah anda tidak pernah melakukan perceraian di pengadilan dalam 6 bulan terakhir ?
16. Apakah anda dapat menabung minimal Rp. 100.000,- perbulan atau Rp. 3.000,- perhari?
17. Apakah anda dan keluarga telah lulus SLTP/SMP atau Kejar Paket B ?
18. Apakah anda sudah memiliki rumah sendiri ?
19. Apakah anda aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan sosial keagamaan ? (menjadi pengurus RT/RW atau ta’mir masjid/langgar atau organisasi sosial lainnya)
20. Apakah anda dan keluarga sehari-hari telah memenuhi standar empat sehat  lima sempurna ?