Oleh NASICHUN AMIN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan
batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima
dari jumlah keseluruhan balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari
23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak
18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga
yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi
buruk. (republika.or.id 24 Jan 2018) WHO menempatkan Indonesia sebagai negara
ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Angkanya
mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas), angkanya terus menurun hingga 23,6 persen. (Sumber beritagar.id 5
April 2019) Dari data yang sama, diketahui pula stunting pada balita di
Indonesia pun turun menjadi 30,8 persen. Adapun pada Riskesdas 2013, stunting
balita mencapai 37,2 persen.
Menurut aladokter.com , stunting mencerminkan kekurangan
gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Umumnya
bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis, proporsi tubuh akan tampak
normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan normal untuk
anak-anak seusianya. Kondisi stunting sudah tidak bisa ditangani
lagi bila anak memasuki usia dua tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah
terjadinya stunting
pada anak, ibu perlu mengonsumsi asupan gizi yang layak, terutama selama masa
kehamilan hingga anak lahir dan berusia 18 bulan. Pada dasarnya, kelangsungan
hidup dan kesehatan anak tidak dapat dipisahkan dari kesehatan Sang Ibu
sendiri.
Secara umum, kekerdilan atau stunting ini
disebabkan oleh gizi buruk pada ibu, praktik pemberian dan kualitas makanan
yang buruk, sering mengalami infeksi serta tidak menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat. Stunting dapat
terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi. Wanita yang
kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan lebih mungkin memiliki
anak stunting,
bahkan berisiko menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun-temurun. Kondisi
tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai,
misalnya bayi diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan, karena
pada usia ini bayi seharusnya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif
maupun susu formula sebagai penggantinya. Tidak hanya itu, gizi buruk yang
dialami ibu selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi
terhambat. (sumber aladokter.com 10 Nop 2016)
Sebagaimana dalam
bimasislam.kemenag.go.id bahwa Wapres KH
Maruf Amin bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga menggelar rapat,
membahas penanggulangan kemiskinan dan penanganan stunting. Hadir dalam rapat
tersebut Menag Jenderal (Purn) Fachrul Razo, Menteri Kesehatan Terawan Agus
Putranto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Sosial Juliari Batubara,
Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem
Makarim dan menteri lainnya yang terkait.
Kementerian Agama akan
mengintensifkan penyuluhan kepada calon pengantin agar memahami persoalan
stunting sejak dini. "Penanganan stunting sudah bagus, kalau Kemenag tinggal
menyusun aturan pranikah, memberikan penyuluhan kepada calon pengantin,"
kata Menag di Kantor Wakil Presiden RI Jl. Medan Merdeka Utara No.15 Jakarta,
Jum’at (01/11). Menag mengimbau kaum ibu menjaga gizi saat hamil, menjaga
pola makanan dan senantiasa menjaga kesehatan. "Kita akan terus berikan
penyuluhan," tegas Fachrul Razi. (sumber bimasislam.kemenag.go.id, 2 Nop 2019)
Setidaknya telah tiga (3) tahun
berjalan Kementerian Agama RI melalui kantor urusan agama (KUA) di kecamatan
atau kantor kementerian agama di tingkat kabupaten/kota telah menggalakkan
bimbingan perkawinan (Binwin) bagi calon pengantin yang sudah mendaftar untuk
melaksanakan nikah atau bagi remaja siap untuk usia nikah. Tujuan dilaksanakan
binwin salah satunya adalah agar setiap calon pengantin memiliki pengetahuan
dan persiapan yang lebih matang sehingga terciptanya keluarga yang bahagia lahir dan
bathin. Selain itu binwin juga untuk memberikan wawasan pernikahan supaya pada
saatnya nanti memiliki bekal kuat, juga untuk memberikan peringatan bahaya seks
pranikah dan laiinnya.
Salah satu sasaran dan
disampaikan dalam materi binwin adalah kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu
dan anak. Untuk itu materi tersebut selain disampaikan oleh fasilitator yang
terbimtek juga bisa dimantapkan materinya oleh petugas kesehatan dari dinas
kesehatan atau dokter atau dari Puskesmas. Kantor urusan agama (KUA) di
kecamatan bisa bersinergi dan bekerja sama dengan puskesmas kecamatan dalam
memberikan penyuluhan kesehatan ibu dan anak dalam bimbingan perkawinan
(binwin) supaya upaya menyehatkan bangsa bisa cepat terwujud.
Mengendalikan dan menghambat problem stuting bisa dilaksanakan apabila
semua KUA kecamatan atau kantor kementerian agama di tingkat kabupaten/kota
bisa bekerjasama dengan baik dalam binwin di KUA atau penyelenggaraan kelas
catin di puskesmas. Sebagaimana yang
sudah dilaksanakan di Kecamatan Duduksampeyan Gresik sejak tahun 2017 sampai sekarang paling tidak
sudah menyelenggarakan 10 kali binwin atau kelas catin.
Setiap binwin dilaksanakan selain
diberikan materi kesehatan reproduksi, hampir semua peserta binwin dari calon
pengantin terutama calon istri diwajibkan untuk memeriksakan kesehatannya di
puskesmas. Pemeriksaan secara umum dilakukan terutama cek darah guna mengetahui
golongan darah dan hemoglobin (hb) khususnya bagi calon istri yang akan menjadi
calon ibu bagi anak-anaknya. Hal ini untuk mempersiapkan kesehatan fisik dan
mental calon produsen anak-anak masa depan bangsa.
Kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan binwin atau kelas catin masih cukup klasik yaitu kendala dana
kegiatannya. Sementara ini anggaran dana binwin di kementerian agama atau kelas
catin di puskesmas hanya untuk beberapa kegiatan saja yang terbatas
pesertanya. Harapan kami sebagai
penghulu atau KUA semoga anggaran kegiatan binwin atau kelas catin bisa
ditambahkan dalam anggaran APBD selain dari APBN yang terbatas. Semoga impian
kita menjadikan pasangan pengantin dan keluarga baru yang terbentuk bisa
menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah serta keluarga yang kuat lahir
batin, sehat orang tua, ayah ibu dan anaknya bisa diridloi Allah SWT. Menjadikan
keluarga sehat dan kuat untuk Negara yang jaya, makmur sejahtera.
*)
Penulis adalah Penghulu Madya/kepala KUA dan fasilitator Binwin Kab. Gresik