Minggu, 12 Mei 2019

FENOMENA QIBLAT DAY (28 Mei & 16 Juli) DAN UPAYA KUA MENGUKUR AKURASI ARAH KIBLAT TEMPAT IBADAH UMAT MUSLIM


Oleh : NASICHUN AMIN*

Menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat kecuali dalam dua kondisi, yakni ketika kondisi teramat bahaya (perang berkecamuk) dan shalat sunnah yang dikerjakan saat perjalanan. Ini adalah pendapat  Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam Al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i . Masih menurut beliau ada dua kondisi terkait menghadap kiblat yang nanti akan memberikan konsekuensi hukum yang berbeda, yakni: Apabila ia berada di dalam bait (Masjidil Haram), maka wajib baginya menghadap ‘ain kiblat. Apabila ia tidak berada didalamnya, maka dilihat dulu, jika ia tahu arah kiblat, maka sholat menghadap arah tersebut, jika ada seorang terpercaya yang mengabarinya, maka terima kabar tersebut dan tidak perlu berijtihad lagi, jika ia melihat sekumpulan muslimin di suatu tempat shalat menghadap ke sebuah arah, maka ia tidak perlu ijtihad, karena hal itu sama saja seperti sebuah kabar. Jika tidak ada sesuatu pun, maka dilihat dulu, jika ia adalah seseorang yang bisa menangkap pertanda, sedangkan kondisinya jauh dari Makkah, ia mesti berijtihad mencari arah kiblat menggunakan metode bisa dari melihat matahari, bulan, bintang, atau arah angin bertiup, maka wajib baginya berijtihad sebagaimana orang alim berijtihad menyikapi persoalan fiqih terbaru.

Pengalaman penulis dalam beberapa pelaksanaan tugas pelayanan permohonan pengukuran arah kiblat masjid atau ibadah masih ada beberapa tempat ibadah arah kiblatnya kurang presisi bahkan ada yang mencapai selisih 10 derajat lebih. Hal ini membuktikan bahwa sangat penting untuk melakukan penelitian atau survey ulang arah kiblat yang ada di tempat ibadah umat Islam dan member sertipikat arah kiblat sebagai bukti telah dilakukan pengukuran sesuai dengan metode yang lebih tepat.

Cara memperbaharui arah kiblat yang kurang tepat dengan arah kiblat yang benar bukanlah perkara yang sulit, akan tetapi realisasinya di masyarakat. Hal tersebut akan menimbulkan polemik jika tidak dilakukan dengan hati-hati.   Dalam konteks zaman sekarang, perkembangan teknologi sangat membantu untuk menentukan arah kiblat, bahkan pada titik koordinat keberadaan Ka’bah yang akurat. Berbagai fasilitas seperti GPS, kompas, theodolit, dan sejumlah aplikasi di android seyogianya dimanfaatkan untuk usaha pencarian posisi kiblat yang tepat. Dengan berbagai kemudahan ini, keterbatasan pengetahuan untuk mengetahui posisi Ka’bah bisa diminimalisasi. 

Dari beberapa cara tersebut yang paling muda dan praktis menurut Abdoe elMueid Ibnu Zahid adalah mengimplementasikan apa yang tersirat di dalam Al-Qur'an, surat Al-Furqon ayat 45 yang artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu.

Cara yang paling mudah untuk menentukan arah kiblat dengan akurasi yang tidak kalah presisi dengan alat-alat canggih adalah dengan bayangan matahari. Yakni melihat bayangan matahari pada saat Qiblat Day (hari penentuan arah qiblat), atau Yaumu Roshdil Qiblah, atau istilah lain Istiwaul A’dhom, yakni ketika matahari berada tepat di atas ka’bah. Dalam setahun, matahari tepat diatas ka’bah terjadi dua kali yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB (12:18 waktu Saudi) dan pada tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB (12:27 waktu Saudi), kecuali pada tahun kabisat maka hari penentuan arah qiblat maju satu hari yakni 27 Mei dan 15 Juli. Pada saat itu semua bayangan benda yang berdiri tegak lurus akan menghadap ke arah ka’bah di Makkah.

Akan tetapi tidak semua wilayah bisa memanfaatkan fonemena Qiblat Day di kota Makkah ini untuk menentukan arah kiblat, termasuk Makkah sendiri. Pada saat Qiblat Day, matahari berada diatas Ka’bah sehingga benda yang berdiri tegak di sekitar Ka’bah (Makkah) tidak menimbulkan bayangan sama sekali. Semakin dekat dengan Ka’bah semakin sulit menggunakan momen Qiblat Day ini.

Penentuan qiblat pada saat Qiblat Day ini hanya bisa digunakan oleh kaum muslimin dari tiga benua yaitu Asia, Afrika dan Eropa, sementara Amerika dan Australia tidak bisa memanfaatkan momen ini karena pada saat tersebut di Amerika matahari belum terbit dan di Australia matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Wilayah Indonesia juga bisa memanfaatkan fonemena ini kecuali Indonesia bagian timur. Secara umum negara-negara yang bisa memanfaatkan qiblat day ini hanya negara yang perbedaan waktunya tidak lebih dari 5 jam dengan waktu Makkah, atau bujurnya tidak lebih dari 90ยบ dari Makkah ke barat maupun ke timur.

Qiblat Day sangat bagus untuk dimanfaatkan bagi segenap ta’mir masjid atau musholla dalam rangka mengukur akurasi arah kiblat di setiap tempat ibadah umat Islam baik masjid maupun musholla. Namun tentunya para ta’mir masjid atau musholla tidak semua mengerti atau bahkan sebagian besar mereka sangat awam perihal tata cara menggunakan fenomena Qiblat Day ini.

Oleh karena itu kantor urusan agama (KUA) melalui penghulu dan penyuluh agama Islam yang berada di kecamatan sebagai ujung tombak Kementerian Agama RI dalam penerapan syari’at Islam di daerah seharusnya proaktif memberikan penjelasan atau penyuluhan atau minimal membuat dan mengedarkan sosialisasi melalui surat kepada segenap ta’mir masjid maupun musholla. Upaya KUA ini sebenarnya sangat mudah apalagi bisa bekerjasama dengan lembaga atau ormas Islam yang ada di daerah masing-masing seperti Dewan Masjid Indonesia atau Majelis Ulama Indonesia serta Ormas Nu atau Muhammadiyah. ( artikel diambil dari berbagai sumber )


*Penghulu Madya/Kepala KUA Kec. Duduksampeyan Gresik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar