Kamis, 09 Mei 2019

RUKYATUL HILAL SEMAKIN RAMAI, ILMU HISAB SEMAKIN DIMINATI



Oleh : Nasichun Amin*
Dalam waktu 10 tahun terakhir ini pelaksanaan rukyatul hilal di beberapa tempat atau markaz (pusat) pengamatan hilal atau bulan baru semakin lama semakin ramai atau marak. Pengamatan hilal sebagai upaya mencari tanda tanda masuknya awal bulan dalam kalender qomariyah atau lebih dikenal dengan hijriyah semakin ramai didatangi oleh masyarakat bahkan dari generasi muda. Lebih utama ketika dalam kegiatan yang menentukan awal bulan puasa di Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal untuk penanda hari raya Idul Fitri. Itsbat atau penetapan awal dimulai Bulan Ramadhan, Syawal atau Dzulhijjah yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini dikoordinasikan oleh Kementerian Agama RI tidak akan terjadi kalau tidak ada laporan resmi dan tersumpah dari beberapa tempat atau markaz rukyatul hilal.
Seperti yang terjadi di awal Bulan Ramadhan 1440 hijriyah beberapa hari lalu. Tidak kurang dari 700 orang berdesak desakkan di bangunan yang berada di puncak bukit kecil terletak  di kawasan tengah Kota Gresik . Tempat yang dikenal sebagai Balai Rukyat PCNU Bukit Condrodipo di Desa Kembangan Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik yang didirikan sejak tahun 2005 hampir setiap awal menjelang Bulan Ramadhan , Syawal dan Dzulhijjah  dipenuhi oleh para perukyat atau masyarakat yang ingin ikut berusaha meyaksikan hilal atau bulan baru baik dengan kasat mata atau dengan membawa peralatan astronomi.  Tidak kurang dari 15 alat teleskop berbagai jenis  atau alat teropong benda langit lainnya baik manual maupun digital atau otomatis terpasang menghadap barat ke arah dimana matahari tenggelam.  Bahkan teleskop handmade atau rakitan tangan juga sudah banyak dibawa oleh para perukyat pemula atau calon ahli astronomi Islam di masa depan.
Hampir di setiap propinsi memiliki tempat untuk dijadikan markaz rukyatul hilal. Bahkan di beberapa propinsi mempunyai beberapa bahkan puluhan lokasi yang ditetapkan sebagai balai rukyat resmi oleh lembaga falakiyah. Kalau dijumlah keseluruhannya sebagaimana dalam berita di bimasislam.kemenag.go.id  tentang lokasi-lokasi rukyatul hilal maka sudah lebih dari 100 lokasi tempat untuk mengintip munculnya hilal yang didahului dengan terbenamnya sang surya di seantero wilayah nusantara ini. Walaupun tidak semua yang hadir memahami secara mendalam apa dan bagaimana rukyatul hilal namun paling tidak terbukti rukyatul hilal semakin banyak diminati oleh umat. Ini sebagai wujud semakin berkembangnya ilmu astronomi Islam dalam kehidupan masyarakat. Terutama di kalangan akademisi semakin banyak dibuka program khusus pendidikan astronomi  Islam atau hisab rukyat.
Walaupun persoalan hisab dan rukyat telah menyita energi umat Islam demikian besarnya, sehingga  ukhuwah kadang terganggu justru pada saat perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Sekian lama kita terpaku dan terbelenggu pada masalah, bukan pada solusi. Seolah persoalannya hanya sekedar perbedaan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal) yang menurut sebagian ahli mustahil untuk dipersatukan, sama mustahilnya untuk menyatukan madzhab yang berbeda-beda.
Rosulullah Muhammad SAW mensyari’atkan penentuan bulan baru dengan rukyatul hilal karena cara inilah yang dianggap paling sesuai, paling mudah dan tidak menyulitkan serta sudah familiar bagi umat Islam saat itu. Terlebih lagi pada hadits sebelumnya Nabi menjelaskan bahwa umat pada massa itu dalam keadaan ummi yakni tidak bisa menulis dan mengghitung. Menurut Yusuf Qardhawi dalam Fiqh al-Shiyam  (Dar al-Wafa, 1991, Hal. 23) bahwa penggunaan metode rukyat merupakan rahmat dari Allah karena Allah tidak memerintahkan untuk melakukannya dengan jalan hisab yang tidak dikenal pada saat itu. Sampai sekarang metode rukyat  masih dipakai. Sementara itu, penggunaan metode hisab sebagai alternatif dalam menetapkan tanggal baru Bulan Qamariyah khususnya yang berkaitan dengan waktu pelaksanaan ibadah bila dilihat dari sejarahnya bukanlah termasuk hal yang baru sebagaimana telah disinyalir oleh Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid bahwa penggunaan hisab sebagai penentu dalam menetapkan awal bulan sudah dilakukan oleh sebagian ulama salaf, diantaranya dipelopori oleh Matorif bin al-Syahr.
Pada prakteknya rukyatul hilal tidak bisa terlepas dari ilmu hisab dan hisab juga tidak akan terbukti tanpa rukyatul hilal sebagai observasi  atau pembuktian dari hasil yang diperoleh dari ilmu hisab. Perkembangan ilmu hisab sejak zaman batu sampai zaman modern saat ini juga selalu berkembang dan itu karena adanya observasi atau pengamatan dan pembuktian yang dilakukan salah satunya dengan rukyatul hilal.  Fenomena semakin ramai dan semaraknya kegiatan rukyatul hilal tentunya tidak terlepas dari semakin massif dan berkembangnya pendidikan ilmu hisab yang tersebar baik di pondok pesantren maupun di perguruan tinggi. Mari kita bersama mensyukuri adanya perkembangan zaman yang semakin modern juga diikuti dengan meningkatnya minat dan bakat anak-anak kita dalam mempelajari Ilmu Astronomi Islam yang merupakan peninggalan para ulama salaf pendahulu kita.

*Anggota Lembaga Falakiyah PCNU Gresik dan Penghulu/Kepala KUA Kec. Duduksampeyan Gresik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar