Minggu, 20 Oktober 2019

HARI SANTRI DAN POLITIK KEBANGSAAN



oleh : Nasichun Amin
Hari Santri Nasional (HSN) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 sebagai salah satu wujud pengakuan pemerintah terhadap peran besar kyai dan santri dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemerdekaan indonesia memang tidak lepas dari para santri dan ulama, karena memang tak hanya tentara yang berperang melawan penjajah, tercatat banyak ulama dan santri yang ikut berperang untuk mendirikan NKRI, mempertahankannya dan mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

HSN tanggal 22 Oktober yang sebenarnya adalah memperingati Ikrar Resolusi Jihad yang dimaklumatkan oleh para kyai kepada segenap bangsa Indonesia khususnya para kyai dan santrinya serta umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Umat non muslim bangsa Indonesia pun juga ikut menyambut seruan jihad ini. Dari berbagai suku, agama  dan etnis yang merasa sebagai bangsa Indonesia ikut bersama melaksanakan perintah para kyai bersama santri melawan pasukan asing  yang bermaksud untuk menjajah kembali negeri kita.
Sejarah 10 Nopember sebagai Hari Pahlawan pada awalnya tidak mengkaitkan dengan upaya dan peran yang sangat strategis para kyai dan santri. Resolusi jihad yang dipelopori kyai dan santri dulu dalam sejarah dianggap tidak pernah ada dan dianggap dongeng saja. Padahal terjadinya pertempuran sengit  ribuan para pahlawan yang gugur di Surabaya di Hari Pahlawan tentunya ada sebabnya. Resolusi jihad lah yang menjadi kekuatan penting dan mendorong para pejuang kemerdekaan untuk menolak kehadiran pasukan sekutu yang membonceng pasukan belanda yang hendak menguasai kembali bekas jajahannya. Mereka para pahlawan yang gugur datang dari berbagai daerah bertempur dengan gagah berani ke Kota Surabaya beberapa hari sebelum meletus perang besar 10 Nopember 1945 sejak resolusi jihad dimaklumatkan.
KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh besar pendiri Nahdatul Ulama menyerukan jihad atau Resolusi Jihad dengan mengatakan bahwa “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap orang”. Statemen ini ditindaklanjuti dengan ungkapan “Hubbul waton minal iman” atau diterjemahkan menjadi “Cinta Tanah Air sebagai bagian dari Iman”.

Menurut Agus Sunyoto selaku sejarawan Indonesia bahwa sejarawan asal Amerika, Benedict Anderson dalam tulisanya tentang penjajahan jepang di Indonesia thn 42 sampai 45, menulis 22 Oktober 1945 pernah ada resolusi jihad yg dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Surabaya. Tanggal 25 Oktober 1945 kantor berita Antara menyiarkan berita Resolusi Jihad NU. Tgl 27 Oktober 1945, Koran Kedaulatan Rakyat juga memuat lengkap resolusi jihad NU. Koran Suara Masyarakat di Jakarta, juga memuat resolusi jihad.

Dengan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dapat dijadikan penanda terjadinya peristiwa 10 November tidak dapat dilepaskan dari peran para kyai dan santri. Karenanya, 20 hari sejak 22 Oktober hingga 10 November dapat dijadikan momentum para santri dengan khidmat mengenang sekaligus memperingatinya jasa para santri yang telah berjuang bagi tegaknya Indonesia. Perlu dicatat, munculnya Resolusi jihad tidaklah secara instan tanpa ijtihad bertahap yang cukup panjang. Ijtihad tersebut tidak hanya melewati satu dua generasi, akan tetapi menjalur ke belakang sampai titik masuknya Islam di bumi Nusantara. Resolusi Jihad adalah hasil dari proses panjang pasang surut perjuangan ulama-ulama sebelumnya.
HSN juga secara tidak langsung memantapkan politik kebangsaan yang harus tetap dipegang teguh bangsa Indonesia. Komitmen santri yang notabene hampir semua elemen bangsa ini mengaku sebagai santri juga termaktub dalam lagu mars Hari Santri. Resolusi jihad panggilan jiwa, santri dan ulama tetap setia, berkorban pertahankan Indonesia. Saat ini kita telah merdeka, mari teruskan perjuangan ulama, berperan aktif dengan dasar pancasila, nusantara tanggung jawab kita.
Dengan ungkapan lain bahwa kita semua elemen bangsa harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Kita sebagai santri harus lebih mementingkan kepentingan bangsa dan Negara dari pada mementingkan kepentingan kelompok dan golongan sendiri. Tantangan berat ada di depan mata. Radikalisme dan terorisme mengancam seluruh lini dalam kehidupan masyarakat. Moderasi beragama yang salah satu wujudnya telah ditabuh  oleh Bapak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin harus kita kawal perjuangannya.  Hari santri bukti cinta pada negeri, ridho dan rahmat dari ilahi, NKRI harga mati

*) Penghulu Madya dan Kepala KUA Kec. Duduksampeyan Gresik Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar