Senin, 16 September 2019
APRI Sesalkan Kasus Pungli di Surabaya
sumber : https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/apri-sesalkan-kasus-pungli-di-surabaya
Jakarta, Bimas Islam --- Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) menyesalkan terjadinya pungutan liar (pungli) dalam layanan nikah rujuk yang terjadi di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Karangpilang, Kota Surabaya
"Kami sangat prihatin dengan masih terulangnya kembali kasus pungli di KUA di tengah-tengah era zona integritas saat ini," ucap Madari, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APRI, dalam siaran persnya yang diterima bimasislam.go.id, Kamis (5/9).
Menurut Madari, masih terjadinya pungli di KUA telah mencoreng wajah Kementerian Agama (Kemenag) yang sudah menerapkan zona integritas dan wilayah bebas korupsi. Apa lagi, kata dia, sejumlah usaha sudah dilakukan Kementerian Agama untuk bersih-bersih di KUA.
Madari, yang juga Kepala KUA Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan ini mengaku tidak mudah menghapus pungli di KUA. Menurutnya, selain membutuhkan waktu yang panjang, juga membutuhkan perhatian serius dan program pembinaan yang berkesinambungan baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga komitmen tersebut bisa menjadi karakter aparat Kemenag.
Terkait masalah pungli di KUA, menurut dia, ada beberapa faktor penyebab yang perlu menjadi perhatian serius untuk segera diperbaiki, yaitu rapuhnya integritas, lemahnya penegakan hukum, minimnya keteladanan, peran orang ketiga, dan keterbatasan anggaran.
Terkait integritas, menurut Madari, terjadinya pungli di KUA bukan karena faktor kesejahteraan, melainkan rendahnya kesadaran beragama. Saat ini, kesejahteraan penghulu sudah diperhatikan oleh pemerintah.
"Secara jujur harus kita akui, masih ada sebagian kita yang mengaggap uang hasil pungli itu halal," ucapnya.
"Padahal bahaya memakan yang haram itu sangat berat. Jika uang haram itu kita berikan untuk nafkah keluarga kita maka sama saja dengan menuntun mereka ke neraka. Itu dalilnya jelas, hadist Rasulullah SAW," tambahnya.
Madari juga menganggap lemahnya penegakkan hukum atau penegakan hukuman disiplin menjadi penyebab berulangnya pungli. Seringkali pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pegawai, kata dia, hanya berhenti pada BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
"Tidak ada punishment yang jelas yang bisa membuat efek jera," ungkapnya.
Masalah keteladanan juga menjadi catatan penting yang dipaparkan oleh Madari. Menurut dia, lima nilai budaya kerja Kementerian Agama yang salah satunya adalah keteladanan, belum sepenuhnya terinternalisasi pada setiap diri ASN Kemenag.
"Keteladanan ini penting, terutama atasan bagi bawahannya. Ketika atasan tak mampu menjaga integritasnya jangan berharap bawahan memiliki integritas," ujar Madari mewanti-wanti.
Madari mencatat, adanya praktik pungli di KUA juga banyak diperankan oleh orang ketiga, seperti modin, amil, atau imam. Menurut dia, hal itu merupakan “penyakit masyarakat” yang sampai sekarang sulit diobati, dimana banyak masyarakat yang tidak mau langsung ke KUA mengurus dokumen yang diperlukan.
Madari menambahkan, minimnya anggaran biaya operasional perkantoran (BOP) KUA juga ikut andil mempengaruhi adanya pungli di KUA. Meskipun alasan ini tidak sepenuhnya benar, tetapi bagi Madari, hal itu memang fakta.
"Sungguh sangat memprihatinkan dan tidak masuk akal, anggaran KUA yang notabene adalah kantor pemerintah di tingkat kecamatan hanya diberikan BOP sebesar Rp.3 juta sampai Rp.5 juta setiap bulan," terang dia.
Sebagai Ketua Umum DPP APRI, Madari mengajak seluruh Kepala KUA dan Penghulu di Indonesia untuk meneguhkan kembali komitmen anti pungli dan menciptakan pelayanan yang bersih sehingga marwah penghulu tetap mulia dimata Tuhan dan masyarakat.
"Setiap Kepala KUA harus menjadi teladan dalam pemberantasan pungli dan tetap istiqamah untuk memberikan pelayanan yang memuaskan," demikian Madari.
Sebelumnya viral pemberitaan setelah seorang warganet mengeluhkan adanya pungutan liar dalam mengurus dokumen duplikat buku nikah di KUA Kecamatan Karangpilang, Surabaya. Dalam twitannya itu, akun Twitter @apriskafiolita mengaku dimintai uang sebesar Rp.250 ribu untuk duplikat buku nikah. Padahal, sesuai ketentuan, duplikat buku nikah diberikan gratis kepada masyarakat yang menyampaikan permohonannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar